Selasa, 30 September 2014

KISAH KITA di 30 September 2011 - 30 September 2014



30 September 2014

Pagi……

Aku tahu, di sudut kecil hatimu masih kulihat pelita kecil yang menyala bergoyang. Aku tahu, diam-diam kutitipkan salam rindu yang kuhembuskan bersama angin setiap hela nafasku dan denyutan sang pagi yang mulai bersinar terang. Menyebut bilangan angka yang tak terhitung sejak pertemuan denganmu itu seperti menunggu sebuah keajaiban. Keajaiban yang sirna ditelab sang waktu. Seketika perpisahan menjadi jawaban setiap keraguanku. Mataku menghangat dan bulir bening melelehi pipi. Dari bibir kering yang kemudian basah saat kukecup mengalirkan hangatnya debur dada dan detak jantung yang menyatu dengan perasaan cinta yang meletup. 

Letupan itu kini tak terasa lagi sejak lava hangat menyembur dari mataku. Setiap malam kulirik bintang yang enggan menatap lampu. Kamarku sekejap menjadi gulita dan hatiku mulai meremang. Merindukanmu, sendiri. Apakah aku bisa menawar luka dengan cinta yang mulai hilang sementara rindu telah menjebakku pada perasaan bersalah. Menyalahkan waktu dan pertemuan yang tak pernah abadi. 

Aku tak menyangka, sekiranya matahari tak pernah bersinar lagi. Tiba-tiba saja suatu hari laksana bencana, datang tanpa tiupan sangkakala. Kini, daun mengering selama mentari tak terbit lagi di ufuk sana. Rerumputan kian merindukaan terpaan cahaya. Sejak itu, langit berubah pekat dan mendung sepanjang musim. Bukan saja angin tak punya alamat untuk berteduh, nyanyian sepi kian menyapa di bawah rindang pohon cemara. 

Saat itu, aku terbangun menahan getir yang timbul di sudut mata. Memimpikan layarmu terkembang dan menjauh pergi menghapuskan namaku yang tertulis di pasir pantai. Nada sendu mengalun mengiringi pejaman mataku, berharap menjadi akhir dari segala cerita. Tak ada lagi lambaian tangan di ujung dermaga. Selain luka yang kubalut dengan senyum paksa. Mengeja gerimis yang jatuh menerpa wajahku. Hatiku tenggelam jauh ke dasar lautan. 

Ingatkah kau…………
Saat kita ingin saling jujur? Saat kita saling mengatakan apa yang sebenarnya ada dalam jiwa?
Saat kita bersama dalam mengarungi kehidupan yang tak kunjung membaik?
Saat kita saling tertawa dengan hangat menyambut sukacita cinta?
Saat kita berdua harus melewati semua dengan hal yang tidak pernah enak?
Saat rasa pendekatan kita selalu terganggu dengan degupnya dunia?
Saat aku menyatakan perasaan?
Saat aku tertolak?
Saat kau jujur?
Saat kita berjalan bersama?
Saat aku tahu siapa tentangmu?
Hampa dan tak berguna.
Kaupun terlupa.
Mungkin, , , , , , ,

Hari inilah kita pertama pernah berjumpa dalam keadaan yang tak pernah saling mengenal, pendekatan, dan perpisahan. Seperti yang kau mau.


Salam Sang Penakluk Dunia,
Dengan Goresan cinta yang takkan pernah terlupakan.

30 September 2011 - 29 September 2014



29 September 2014

Aku ingat, butiran kapas itu terbang. Seperti butiran debu yang terhapus angin. Kini, kenangan menjadi kepingan masa lalu. Terbang, terhapus masa. Aku tak mengerti kenapa aku begitu lelah untuk mengingatmu. Ketika kenangan, rasa cinta menjadi ilusi. Kenyataan membuatku bangun dari mimpi sekian lama. Hidup selalu membawaku pergi, cinta selalu menjebakku. 

Aku tak ingin, jatuh terlalu dalam. Kau telah membuat segala keyakinanku selama ini sia-sia. Bahkan, tulisan ini. Tak ada artinya lagi. Selama, waktu-waktu terbuang percuma. Cinta menjadi bayangan semu. Keterikatan hati hanya sebuah kata yang terucap. Tapi janji tertinggal cerita. Siapa sangka, air tenang selalu menghanyutkan. Kau bukan saja telah menghanyutkan hatiku, tapi menenggelamkannya jauh ke dasar lautan.

Senin, 29 September 2014

30 September 2011 - 28 September 2014



28 September 2014

Menunggu pagi. Akankah hujan masih terasa sama, miris diantara gerimis. Aku tak bisa mengabaikan keresahanku karena terbangun memimpikanmu. Sesaat, masa dapat terhapus. Akan tetapi kenangan begitu kuat tergambar di setiap malamku. Kemana harus kupergi jauh melangkahkan kaki, sedang jejak bayangmu masih tercetak jelas di sepanjang jalan. Menantikan pagi, yang habis perlahan bersama sisa keresahan. Aku hanya bisa bercumbu dengan bibir cangkir segelas kopi.

Membayangkanmu, menikmati kehangatan yang tak bisa terulang. Seteguk, lalu habis. Tak ada malam-malam bersamamu merindukan pagi yang datang terlambat sebelum kau terlelap. Aku ingin bukan sekadar kenangan, aku ingin bersamamu menunggu pagi, terulang.

30 September 2011 - 27 September 2014



27 September 2014

Semalam, aku jatuh terkulai bersimbah air mata. Memimpikanmu bersama orang lain dan aku tak bisa berbuat apa-apa selain merasakan mimpi seperti nyata. Waktu berjalan lambat dan aku tak bisa mempercepatnya seperti tiupan angin. Sementara, tetes embun dimataku basah mengalir cepat tak terhadang. Aku tak bisa membedakannya lagi. 

Bagiku mimpi dan nyata sama terasa menyakitkan. Kau pun pergi, bukan saja dalam hidupku. Kau juga pergi bahkan dari mimpiku, menghapus segala kenangan yang tersisa. Aku tak tahu lagi cara mengumpulkan waktu bersamamu, aku tak tahu lagi cara menghabiskan kenangan bersamamu. 

Ketika kau pun pergi dari sisa waktu hidupku, aku tak menemukanmu lagi bahkan dalam tidurku. Aku ingin kamu. Kembali mengisi sudut ruang hatiku yang kosong, dan menguncinya.

30 September 2011 - 26 September 2014


26 September 2014

Aku terjatuh dan tak bisa bangun lagi. Ketika air mata mulai mengering di dasar hatiku. Tak ada yang tersisa kecuali dahaga dan rindu yang tak menentu. Tak ada arah jalan pulang. Tersesat dalam ruang hampa tak bersudut. 

Jika nanti, ada kesempatan membawaku kembali pada cinta yang sama. aku ingin kembali pada keyakinanku. Karena cinta telah menghabiskan percayaku tentang kesetiaan. Tentang waktu yang membuatku bertahan. Suatu ketika terkenang kembali aroma tubuhmu yang tercium samar-samar tak bisa kucegah dan berlari menutup mata, hatiku masih mengejarmu. 

Ada bayangmu yang tertinggal membekas jejak kebisuan hatiku yang bungkam karena kesepian. Menatap langit-langit kosong serta merta cahaya lampu begitu menyilaukan. Malam itu, aku memelukmu dalam dingin. mengunci rapat pintu, agar kau tak pergi. Tapi kau tetap pergi, meninggalkanku.