Kamu itu biasa saja. Hanya
serangka tulang yang kebetulan bisa menopang daging sekian kilo, yang secara
kebetulan pula dengan baik dapat berkoordinasi dengan sekerat lagi daging di
dalam batok kepalamu. Maka jadilah kamu makhluk bernama manusia. Biasa saja.
Kamu itu biasa saja. Hanya
sekumpulan memori dan reaksi, dilengkapi dengan opini dan emosi. Jadilah kamu
makhluk dengan kemampuan sosial bernama manusia. Masih biasa saja.
Kamu itu biasa saja. Hanya sebuah
pribadi dengan sekumpulan preferensi dan sedikit afeksi untuk dibagi, ditambah
satu titik personal sebagai pedoman rotasi, maka jadilah kamu manusia
berkarakter. Masih juga biasa saja.
Kau adalah manusia yang
bagaimanapun akan selalu biasa saja, tidak akan istimewa. Karena aku adalah
seorang manusia (yang juga biasa saja) dengan budi pekerti luhur yang tinggi
serta tentunya menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan, maka kuberikan kau
sedikit bumbu agar terasa lebih gurih dan, seandainya engkau berada dalam
daftar panjang menu sebuah kedai makan, menjadi patut untuk mendapat satu atau
dua tanda jempol. Tidak perlu repot-repot mencarinya ke pasar swalayan, karena
bumbu itu sudah tersedia di pekarangan belakang rumah terestrialku. Organik,
tanpa pestisida. Jadi jangan khawatir, khasiatnya terjamin dan tidak akan
menggerogotimu kelak.
Kemari, kemarilah! Kuberi kau
sesendok makan perbicangan berjeda asap dedaunan kering yang dibakar
sore-sore dan teh legi. Kutambahkan
lagi satu biji prasangka hasil panen ladang hati kemarin sore, lalu
kugerus
satu dua siung perhatian yang tak sempat melarikan diri dari kandangnya.
Hampir, kau hampir siap dihidangkan sekarang! Kau hanya perlu dilengkapi
segenggam kecil petualangan dan tawa kepunyaan langit, lalu dipermanis
oleh
sebatang rindu yang belum siap melayu.
Nah, ini dia. Ini dia kamu dalam
racikan baru. Sudah kau cicipi rasa barumu bukan? Coba katakan padaku, bisakah
kau tidak rindukan rasa itu? Satu persatu bumbu yang kutambahkan akan meledak
di lidahmu yang terus berusaha mencecap dan satu demi satu reseptor di lidahmu
akan berusaha memeluk rasa itu, karena tahu rasa ini tak akan ada tanpa bumbu
dariku. Tak akan ada tanpa aku.
Sebagaimana aku yang merindukan
racikanku, kau pun akan merindukan dirimu yang berbumbu.
Jadi sayang, itulah yang aku
rindukan.
Kamu yang berbumbu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar