Rabu, 15 Januari 2014

Semua Sudah Terlambat Saat Aku Tahu Kau Mencintaiku

Tidak ada yang lebih menyakitkan dibanding menyimpan perasaan mendalam pada seseorang. Pengakuan itu belum sempat terucap, kemudian terucap, tetapi dia yang aku cintai sudah pergi selamanya. Dia pergi dengan membawa pengetahuan tentang cinta dimana bahwa aku mencintainya.

Sebut saja namaku Arwen, aku berusia 23 tahun saat kisah ini terjadi. Kisahku mungkin klise, aku jatuh cinta pada seorang pemudi bernama Lina. Dia adalah teman kelasku saat kami kuliah di tempat yang sama

Ada satu hal yang selalu aku simpan dalam hatiku, aku jatuh cinta padanya. Sejak masih duduk di bangku kuliah semester I, aku selalu curi-curi pandang ketika jam istirahat. Kadang aku sengaja pura-pura tidak melihatnya di dalam kelas. Walaupun hanya menatapnya selama 5 menit, rasanya kebahagiaanku penuh sepanjang hari.

Aku selalu malu-malu mengungkapkan isi hatiku padanya, apalagi aku yang memang punya sifat pemalu khusus hanya untuk dia. Hampir tidak ada sinyal cinta yang aku kirim padanya. Aku tidak seberani teman-temanku yang bisa titip salam atau terang-terangan mengatakan suka pada perempuan yang mereka suka. Jadilah aku memendam perasaanku. Mungkin ini masih cinta monyet, yang akan memudar seiring berjalannya waktu. Dan suatu saat kelak, aku akan benar-benar jatuh cinta di tingkat yang lebih serius dengan perempuan lainnya.

Nyatanya perkiraanku salah. Walaupun saat kuliah aku sempat berpacaran dengan perempuan lain (sebuat saja namanya Heny), aku tetap meletakkan kenangan akan Lina dalam hatiku. Lina menurutku adalah orang yang mungkin menjadi sejarah dalam hidupku dimana pertama kalinya aku bisa jatuh cinta sampai berlarut-larut seperti ini, dimana aku benar-benar sangat mengharapkan bahwa dia adalah cinta terakhirku dan bisa menjadi pendampingku kelak.

Beberapa kali kami berada di kelas yang sama walaupun beda jurusan. Dia masih Lina yang ramah dan suka bercanda. Hubungan kami tetap dekat, dan semakin betambah dekat saja bagaikan teman dalam malam, karena kami selalu berhubungan melalui handphone di tengah malam sampai bisa Pukul 1 malam hanya karena saling mencurahkan apa yang ada dalam perasaan kami masing-masing. Tapi tetap saja, tidak ada keberanian untuk mengungkapkan rasa cintaku padanya. Bagaimana aku bisa menyatakan perasaanku, ada Heny yang masih menjadi pacarku. Egois memang, aku bahkan sering merasa bersalah pada Heny, tapi aku tidak bisa membohongi hatiku. Jika saja Lina mengajakku untuk jadi kekasihnya, atau bahkan suaminya, aku tidak akan pernah menolak.

Sayangnya, takdir cinta yang mempertemukan kami harus berakhir.

Pada saat pertama kali aku tahu bahwa dia juga ternyata mencintaiku, yang katanya dia mulai mencintaiku semenjak masuk di bangku semester III, dimana dia masih berstatus pacaran dengan pacarnya (sebut saja Alex). Disitulah aku yang dianggap dia sombong dan angkuh dan selalu ingin dia singkirkan karena tingkah lakuku, ternyata dibalik itu semua dia juga mempunyai perasaan yang sama.

Saat aku tahu tentang perasaan dia adalah pada saat malam hari dimana dia mengakui semua. Itu semua terjadi pada saat kami berada di bangku semester V, saat aku telah memendam perasaan cinta selama 2 tahun lebih.

Saat itu aku bahagia dan sepertinya takkan pernah terlupakan. Namun, semua itu hanya sampai sebentar dan tidak lama. Dia memilih sahabatnya yang mungkin bagiku seperti musuh dan tidak pernah akur denganku. Terkadang aku bingung dengan sahabat karibnya ini. Sahabat yang mungkin bagi dia adalah sahabat yang sangat spektakuler dan sangat baik padanya. 

Seandainya Lina tahu apa yang telah dikatakan sahabatnya ini padaku, mungkin semua tidak akan pernah terjadi seperti ini, seperti kalanya aku mencintainya sampai saat ini.

Sahabatnya (Sebut saja namanya Aan) bagiku adalah orang yang tidak akan pernah kumaafkan dalam hati. Orang yang ternyata adalah orang yang menghancurkan puing-puing cintaku padanya. Orang yang plin plan dan mengatakan buruk padaku tentang Lina, ternyata dia juga mempunyai perasaan yang sama pada Lina. 

Pada saat di depanku dia selalu mengatakan buruk tentang Lina, tapi di sisi lain, ternyata dia berusaha membuatku tidak mencintai Lina lagi dan dia dapat mendekatinya dengan leluasa. (Hanya pemikiranku saja).

Yah hanya seperti itu, . . .
Mungkin ini sebagai pembelajaran bagiku untuk tidak terlalu mempercayai sesosok yang terlihat bersahabat namun menusuk dari belakang.

Berusaha memaafkan mungkin lebih baik. Yang kuingin adalah Lina tahu tentang ini semua, tahu tentang siapa lelaki itu, bagaimana sifatnya dibalik semua itu.

Bukan berharap untuk Lina kembali padaku dan mau menerima perasaanku, namun itu semua kulakukan hanya untuk dia, untuk Lina yang benar-benar ingin aku jaga sampai aku tidak bernapas lagi, mendampinginya walaupun dia tidak tahu yang aku lakukan hanya untuknya, berusaha melindungi dia tanpa dia harus tahu apa yang aku lakukan.

Hanya dengan kesabaran mungkin aku bisa merasakan bagaimana nikmatnya perasaan cinta terpendam, cinta yang mungkin tidak bisa kedua kalinya terjadi. Aku hanya ingin Lina bisa bahagia dengan siapapun. Kuharap dia tahu bahwa aku takkan pernah melupakan cinta ini, berharap bahwa aku tetap selalu ada untuknya, tetap di sisinya tanpa dia harus mengerti dan memahamiku.

Dia boleh benci denganku sampai saat ini, namun aku takkan pernah membiarkan perasaanku untuk membencinya, karena itu tidak akan pernah bisa dan takkan penah terjadi.

Semua sudah terlambat tanpa aku dapat menjelaskan semua. Hanya sebuah gitar, dan tulisan kenangan untuknya yang akan selalu kusimpan dan akan menjadi sebuah semangat bagiku dalam menjalankan segala sesuatu.

Satu hal, aku tetap mencintaimu seperti pertama kalinya aku mencintaimu. Takkan pernah berubah dan tak akan pernah dapat diubah dengan perempuan manapun. Aku akan setia sampai kamu bahagia.


Arwen Whendie
Sang Penakluk Dunia

Rabu, 15 Januari 2014
04.53 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar